Memutuskan
untuk berkeluarga sama dengan memutuskan
untuk siap berkomitmen, siap berjanji, siap untuk sehidup semati. kalau ada yang belum diyakini mending jangan
dulu berumah tangga, kalau ada target – target yang belum tercapai mending
jangan dulu berumah tangga, kalau masih suka kecentilan atau kegantengan
mending jangan dulu berumah tangga
berumah
tangga atau berkeluarga butuh kesadaran dari hati sendiri, engga bisa dipaksa
oleh pihak siapapun, karena kita berhadapan dengan yang namanya janji suci, janji sepasang
manusia yang ga boleh diingkari, begitupun dengan saya, saya masih belajar
selama satu tahun ini, kalau pendamping saya tidak lebih sikapnya artinya dia
punya sikap lebih buruk dibanding saya, wah saya ga bisa banyangin gimana
kehidupan rumah tangga saya, beruntung saya punya suami yang “ sempurna”
menurut saya.
nah ada beberapa tips yang patut untuk disimak
dan diimplementasikan
tips ini aku persembahkan untuk rekan pembaca semua yang dengannya engkau membuat ridha Tuhanmu,
engau dapat membahagiakan suamimu dan engkau dapat menjaga tahtamu.
1.
Bertakwa
kepada Allah dan menjauhi maksiat
Jangan bermaksiat Bila
ingin kesengsaraan bersarang di rumahmu dan bertunas, maka bermaksiatlah kepada
Allah!!
Sesungguhnya kemaksiatan menghancurkan negeri dan menggoncangkan
kerajaan. Maka janganlah engkau goncangkan rumahmu dengan berbuat maksiat
kepada Allah dan jangan engkau seperti Fulanah yang telah bermaksiat kepada
Allah… Maka ia berkata dengan menyesal penuh tangis setelah dicerai oleh sang
suami:
“Ketaatan
menyatukan kami dan maksiat menceraikan kami…”
Wahai hamba Allah… Jagalah Allah, niscaya Dia akan
menjagamu dan menjaga untukmu suamimu dan rumahmu. Sesungguhnya ketaatan akan
mengumpulkan hati dan mempersatukannya, sedangkan kemaksiatan akan mengoyak
hati dan mencerai-beraikan keutuhannya.
Karena itulah, salah
seorang wanita shalihah jika mendapatkan sikap keras dan berpaling dari
suaminya, ia berkata
“Aku
mohon ampun kepada Allah… itu terjadi karena perbuatan tanganku (kesalahanku)…”
nah pesan
disana sangat – sangat jelas bahwa Allah sangat benci maksiat, terus yang
dimaksud maksiat itu apa ?
· Meninggalkan shalat atau
mengakhirkannya (tanpa alasan yang haq -abu zuhriy) atau menunaikannya dengan
cara yang tidak benar (seperti tidak melaksanakan rukun dan syaratnya, atau
melaksanakannya tidak sesuai petunjuk dan tuntunan Råsulullåh shållallåhu
‘alayhi wa sallam -abu zuhriy).
· Duduk di majlis ghibah dan
namimah, berbuat riya’ dan sum’ah.
· Menjelekkan dan mengejek orang
lain.
Allah berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ
يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ
خَيْرًا مِنْهُنَّ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah
suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain(karena) boleh jadi mereka (yang
diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan janganlah
wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita
(yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan).”
(Al Hujuraat: 11)
·
Keluar menuju pasar tanpa
kepentingan yang sangat mendesak dan tanpa didampingi mahram.
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
أَحَبُّ
الْبِلادِ إِلَى اللهِ مَسَاجِدُهُمْ وَأَبْغَضَ الْبِلادِ إِلَى اللهِ
أَسْوَاقُهُمْ
“Negeri yang paling dicintai
Allah adalah masjid-masjidnya dan negeri yang paling dibenci Allah adalah
pasar-pasarnya.”1
·
Mendidik anak dengan pendidikan
barat atau menyerahkan pendidikan anak kepada para pembantu dan
pendidik-pendidik yang kafir.
·
Meniru wanita-wanita kafir.
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
مَنْ
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Siapa yang menyerupai suatu kaum
maka ia termasuk golongan mereka.”2
·
Menyaksikan film-film porno dan
mendengarkan nyanyian.
·
Membaca majalah-majalah
lawakan/humor.
·
Membiarkan sopir dan pembantu
masuk ke dalam rumah tanpa kepentingan mendesak.
·
Membiarkan suami dalam
kemaksiatannya
·
Bersahabat dengan wanita-wantia
fajir dan fasik.
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
الْمَرْءُ
عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ
“Seseorang itu menurut agama
temannya.
·
Tabarruj (pamer kecantikan)
2.
Berupaya
mengenal dan memahami suami
Hendaknya
seorang istri berupaya memahami suaminya. Ia tahu apa yang disukai suami maka
ia berusaha memenuhinya. Dan ia tahu apa yang dibenci
suami maka ia berupaya untuk menjauhinya, dengan catatan selama tidak dalam
perkara maksiat kepada Allah, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam
bermaksiat kepada Al Khaliq (Allah Ta`ala). Berikut ini dengarkanlah kisah seorang
istri yang bijaksana yang berupaya memahami suaminya.
Berkata sang suami kepada
temannya:
“Selama dua puluh tahun hidup
bersama belum pernah aku melihat dari istriku perkara yang dapat membuatku
marah.”
Maka berkata temannya dengan
heran:
“Bagaimana hal itu bisa
terjadi?!”
Berkata sang suami:
“Pada malam pertama aku masuk
menemui istriku, aku mendekat padanya dan aku hendak menggapainya dengan
tanganku, maka ia berkata:
‘Jangan tergesa-gesa wahai Abu
Umayyah.’
Lalu ia berkata:
‘Segala puji bagi Allah dan
shalawat atas Rasulullah… Aku adalah wanita asing, aku tidak tahu tentang
akhlakmu, maka terangkanlah kepadaku apa yang engkau sukai niscaya aku akan
melakukannya dan apa yang engkau tidak sukai niscaya aku akan meninggalkannya.’
Kemudian ia berkata:
‘Aku ucapkan perkataaan ini dan
aku mohon ampun kepada Allah untuk diriku dan dirimu.’”
Berkata sang suami kepada
temannya:
“Demi Allah, ia mengharuskan aku
untuk berkhutbah pada kesempatan tersebut.
Maka aku katakan:
‘Segala puji bagi Allah dan aku
mengucapkan shalawat dan salam atas Nabi dan keluarganya. Sungguh engkau telah
mengucapkan suatu kalimat yang bila engkau tetap berpegang padanya, maka itu
adalah kebahagiaan untukmu dan jika engkau tinggalkan (tidak melaksanakannya)
jadilah itu sebagai bukti untuk menyalahkanmu.
Aku menyukai ini dan itu, dan aku
benci ini dan itu. Apa yang engkau lihat dari kebaikan maka sebarkanlah dan apa
yang engkau lihat dari kejelekkan tutupilah.’
Istri(ku) berkata:
‘Apakah engkau suka bila aku
mengunjungi keluargaku?’
Aku menjawab:
‘Aku tidak suka kerabat istriku
bosan terhadapku’ (yakni si suami tidak menginginkan istrinya sering
berkunjung).
Ia berkata lagi:
‘Siapa di antara tetanggamu yang
engkau suka untuk masuk ke rumahmu maka aku akan izinkan ia masuk? Dan siapa
yang engkau tidak sukai maka akupun tidak menyukainya?’
Aku katakan:
‘Bani Fulan adalah kaum yang
shaleh dan Bani Fulan adalah kaum yang jelek.’”
Berkata sang suami kepada
temannya:
“Lalu aku
melewati malam yang paling indah bersamanya. Dan aku hidup bersamanya selama
setahun dalam keadaan tidak pernah aku melihat kecuali apa yang aku sukai.
Suatu ketika di permulaan tahun, tatkala aku pulang dari tempat kerjaku, aku
dapatkan ibu mertuaku ada di rumahku.
Lalu ibu mertuaku berkata
kepadaku:
‘Bagaimana pendapatmu tentang
istrimu?’”
Aku jawab:
“Ia sebaik-baik istri.”
Ibu mertuaku berkata:
“Wahai Abu Umayyah.. Demi Allah, tidak
ada yang dimiliki para suami di rumah-rumah mereka yang lebih jelek daripada
istri penentang (lancang). Maka didiklah dan perbaikilah akhlaknya sesuai
dengan kehendakmu.”
Berkata sang suami:
“Maka ia tinggal bersamaku
selama dua puluh tahun, belum pernah aku mengingkari perbuatannya sedikitpun
kecuali sekali, itupun karena aku berbuat dhalim padanya.”
Alangkah bahagia
kehidupannya…!
Demi Allah, aku tidak tahu
apakah kekagumanku tertuju pada istri tersebut dan kecerdasan yang dimilikinya?
Ataukah tertuju pada sang
ibu dan pendidikan yang diberikan untuk putrinya?
Ataukah terhadap sang
suami dan hikmah yang dimilikinya?
Itu adalah keutamaan Allah
yang diberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki.
1.
Ketaatan
yang nyata kepada suami dan bergaul dengan baik
Sesungguhnya hak suami
atas istrinya itu besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَوْ
كُنْتُ آمِرَا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ
لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada
orang lain niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.”
Hak suami yang pertama adalah ditaati dalam
perkara yang bukan maksiat kepada Allah dan baik dalam bergaul dengannya serta
tidak mendurhakainya.
Bersabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Dua golongan
yang shalatnya tidak akan melewati kepalanya, yaitu budak yang lari dari
tuannya hingga ia kembali dan istri yang durhaka kepada suaminya hingga ia
kembali.”
Karena itulah Aisyah Ummul
Mukminin berkata dalam memberi nasehat kepada para wanita:
“Wahai sekalian wanita, seandainya kalian mengetahui hak
suami-suami kalian atas diri kalian niscaya akan ada seorang wanita di antara
kalian yang mengusap debu dari kedua kaki suaminya dengan pipinya.”
Engkau
termasuk sebaik-baik wanita!!
Dengan ketaatanmu kepada
suamimu dan baiknya pergaulanmu terhadapnya, engkau akan menjadi sebaik-baik
wanita, dengan izin Allah. Pernah ada yang bertanya kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Wanita bagaimanakah yang terbaik?”
Beliau menjawab:
اَلَّتِى
تَسِرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيْعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلا تُخَالِفُهُ فِيْ
نَفْسِهَا وَلا مَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
“Yang menyenangkan suami ketika dipandang, taat kepada suami jika
diperintah dan ia tidak menyalahi pada dirinya dan hartanya dengan yang tidak
disukai suaminya.” (Isnadnya hasan)
Ketahuilah, engkau
termasuk penduduk surga dengan izin Allah, jika engkau bertakwa kepada Allah
dan taat kepada suamimu, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam:
“Bila seorang wanita shalat
lima waktu, puasa pada bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat kepada
suaminya, ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.” 9
2.
Bersikap
qana’ah (merasa cukup)
Kami menginginkan wanita
muslimah ridha dengan apa yang diberikan (suami) untuknya baik itu sedikit
ataupun banyak. Maka janganlah ia menuntut di luar kesanggupan suaminya atau
meminta sesuatu yang tidak perlu.
Dalam riwayat disebutkan
“Wanita yang paling besar barakahnya.”
Wahai siapa gerangan
wanita itu?!
Apakah dia yang
menghambur-hamburkan harta menuruti selera syahwatnya dan mengenyangkan
keinginannya?
Ataukah dia yang biasa
mengenakan pakaian termahal walau suaminya harus berhutang kepada
teman-temannya untuk membayar harganya?!
Sekali-kali tidak… demi
Allah, namun (mereka adalah):
أَعْظَمُ
النِّسَاءِ بَرَكَةٌ، أَيْسَرُّهُنَّ مُؤْنَةً
“Wanita yang paling besar barakahnya adalah yang paling ringan
maharnya.”(Hadits
Dhåif Riwayat Hakim)
Renungkanlah wahai
suadariku muslimah adabnya wanita salaf radliallahu ‘anhunna… Salah seorang
dari mereka bila suaminya hendak keluar rumah ia mewasiatkan satu wasiat
padanya. Apa wasiatnya? Ia berkata kepada sang suami:
“Hati-hatilah engkau wahai suamiku dari penghasilan yang haram,
karena kami bisa bersabar dari rasa lapar namun kami tidak bisa sabar dari api
neraka…”
Adapun sebagian wanita
kita pada hari ini apa yang mereka wasiatkan kepada suaminya jika hendak keluar
rumah?! Tak perlu pertanyaan ini dijawab karena aku yakin engkau lebih tahu
jawabannya dari pada diriku.
3.
Baik dalam mengatur urusan rumah
Seperti mendidik anak-anak
dan tidak menyerahkannya pada pembantu, menjaga kebersihan rumah dan menatanya
dengan baik dan menyiapkan makan pada waktunya. Termasuk pengaturan yang baik
adalah istri membelanjakan harta suaminya pada tempatnya (dengan baik), maka ia
tidak berlebih-lebihan dalam perhiasan dan alat-alat kecantikan.
Renungkanlah semoga Allah
menjagamu, kisah seorang wanita, istri seorang tukang kayu… Ia bercerita:
“Jika suamiku keluar mencari kayu (mengumpulkan kayu dari gunung)
aku ikut merasakan kesulitan yang ia temui dalam mencari rezki, dan aku turut
merasakan hausnya yang sangat di gunung hingga hampir-hampir tenggorokanku
terbakar.
Maka aku persiapkan untuknya air yang dingin hingga ia dapat
meminumnya jika ia datang. Aku menata dan merapikan barang-barangku (perabot
rumah tangga) dan aku persiapkan hidangan makan untuknya. Kemudian aku berdiri
menantinya dengan mengenakan pakaianku yang paling bagus.
Ketika ia masuk ke dalam rumah, aku menyambutnya sebagaimana
pengantin menyambut kekasihnya yang dicintai, dalam keadaan aku pasrahkan
diriku padanya… Jika ia ingin beristirahat maka aku membantunya dan jika ia
menginginkan diriku aku pun berada di antara kedua tangannya seperti anak
perempuan kecil yang dimainkan oleh ayahnya.”
4.
Baik dalam bergaul dengan
keluarga suami dan kerabat-kerabatnya
Khususnya dengan ibu suami
sebagai orang yang paling dekat dengannya. Wajib bagimu untuk menampakkan
kecintaan kepadanya, bersikap lembut, menunjukkan rasa hormat, bersabar atas
kekeliruannya dan engkau melaksanakan semua perintahnya selama tidak bermaksiat
kepada Allah semampumu.
Berapa banyak rumah tangga
yang masuk padanya pertikaian dan perselisihan disebabkan buruknya sikap istri
terhadap ibu suaminya dan tidak adanya perhatian akan haknya!!?
Ingatlah wahai hamba
Allah, sesungguhnya yang bergadang dan memelihara pria yang sekarang menjadi
suamimu adalah ibu ini, maka jagalah dia atas kesungguhannya dan hargailah apa
yang telah dilakukannya. Semoga Allah menjaga dan memeliharamu. Maka adakah balasan
bagi kebaikan selain kebaikan?!
5.
Menyertai suami dalam perasaannya
dan turut merasakan duka cita dan kesedihannya.
Jika engkau ingin hidup
dalam hati suamimu maka sertailah dia dalam duka cita dan kesedihannya. Aku
ingin mengingatkan engkau dengan seorang wanita yang terus hidup dalam hati
suaminya sampaipun ia telah meninggal dunia. Tahun-tahun yang terus berganti
tidak dapat mengikis kecintaan sang suami padanya dan panjangnya masa tidak
dapat menghapus kenangan bersamanya di hati suami.
Bahkan ia terus
mengenangnya dan bertutur tentang andilnya dalam ujian, kesulitan dan musibah
yang dihadapi. Sang suami terus mencintainya dengan kecintaan yang mendatangkan
rasa cemburu dari istri yang lain, yang dinikahi sepeninggalnya.
Suatu hari istri yang lain
itu (yakni Aisyah radliallahu ‘anha) berkata:
مَا
غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ لِلنَّبِيِّ؟ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ هَلَكَتْ قَبْلَ
أَنْ يَتَزَوَّجَنِي، لَمَّا كُنْتُ أَسْمَعُهُ يَذْكُرُهَا
“Aku tidak pernah cemburu kepada
seorang pun dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti cemburuku pada
Khadijah, padahal ia meninggal sebelum beliau menikahiku, mana kala aku
mendengar beliau selalu menyebutnya.”
Dalam riwayat lain:
مَا
غِرْتُ عَلَى أَحَدٍ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا
غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ وَمَا رَأَيْتُهَا وَلَكِنْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ ذِكْرَهَا
“Aku tidak pernah cemburu kepada
seorangpun dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti cemburuku pada
Khadijah, padahal aku tidak pernah melihatnya, akan tetapi Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam banyak menyebutnya.”
Suatu kali Aisyah berkata
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setelah beliau menyebut Khadijah:
كَأَنَّهُ
لَمْ يَكُنْ فِي الدُّنْيَا امْرَأَةٌ إِلا خَدِيْجَةُ فَيَقُولُ لَهَا إِنَّهَا
كَانَتْ وَكَانَتْ
“Seakan-akan di dunia ini tidak
ada wanita selain Khadijah?!” Maka beliau berkata kepada Aisyah: ‘Khadijah itu
begini dan begini.’
Dalam riwayat Ahmad pada
Musnadnya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “begini dan begini” (dalam
hadits diatas) adalah sabda beliau:
آمَنَتْبِي
حِيْنَ كَفَرَ النَّاسُ وَصَدَّقَتْنِي إِذْكَذَّبَنِي النَّاسُ رَوَاسَتْنِي
بِمَالِهَا إِذْحَرَمَنِي النَّاسُ وَرَزَقَنِي اللهُ مِنْهَا الوَلَد
“Ia beriman kepadaku ketika semua
orang kufur, ia membenarkan aku ketika semua orang mendustakanku, ia
melapangkan aku dengan hartanya ketika semua orang meng-haramkan (menghalangi)
aku dan Allah memberiku rezki berupa anak darinya.”
Dialah Khadijah yang
seorangpun tak akan lupa bagaimana ia mengokohkan
hati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memberi dorongan kepada beliau. Dan
ia menyerahkan semua yang dimilikinya di bawah pengaturan beliau dalam rangka
menyampaikan agama Allah kepada seluruh alam
Seorangpun tidak akan lupa
perkataannya yang masyhur yang menjadikan Nabi merasakan tenang setelah
terguncang dan merasa bahagia setelah bersedih hati ketika turun wahyu pada
kali yang pertama:
وَاللهُ
لا يُخْزِيْكَ اللهُ أَبَدًا إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَكْسِبُ
الْمَعْدُوْمَ وَتُعِيْنُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ
“Demi Allah, Allah tidak akan
menghinakanmu selama-lamanya. Karena sungguh engkau menyambung silaturahmi,
menanggung orang lemah, menutup kebutuhan orang yang tidak punya dan engkau
menolong setiap upaya menegakkan kebenaran.”
Jadilah engkau wahai
saudari muslimah seperi Khadijah, semoga Allah meridhainya dan meridlai kita
semua.
6.
Bersyukur (berterima kasih)
kepada suami atas kebaikannya dan tidak melupakan keutamaanya.
Siapa yang tidak tahu
berterimakasih kepada manusia, ia tidak akan dapat bersyukur kepada Allah. Maka
janganlah meniru wanita yang jika suaminya berbuat kebaikan padanya sepanjang
masa (tahun), kemudian ia melihat sedikit kesalahan dari suaminya, ia berkata:
“Aku sama
sekali tidak melihat kebaikan darimu…”
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam telah bersabda:
يَا
مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ اَهْلِ النَّارِ
فَقُلْنَ يَا رَسُولَ اللهِ وَلَمْ ذَلِكَ قَالَ تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ
الْعَشِيْرَ
“Wahai sekalian wanita
bersedekahlah karena aku melihat mayoritas penduduk nereka adalah kalian.” Maka
mereka (para wanita) berkata: “Ya Rasulullah kepada demikian?” Beliau menjawab:
“Karena kalian banyak melaknat dan mengkufuri kebaikan suami.”
Mengkufuri kebaikan suami adalah menentang
keutamaan suami dan tidak menunaikan haknya.
Wahai istri yang mulia!
Rasa terima kasih pada suami dapat engkau tunjukkan dengan senyuman manis di
wajahmu yang menimbulkan kesan di hatinya, hingga terasa ringan baginya
kesulitan yang dijumpai dalam pekerjaannya. Atau engkau ungkapkan dengan
kata-kata cinta yang memikat yang dapat menyegarkan kembali cintamu dalam
hatinya. Atau memaafkan kesalahan dan kekurangannya dalam menunaikan hakmu.
Namun di mana bandingan kesalahan itu dengan lautan keutamaan dan kebaikannya
padamu.
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
لا
يَنْظُرُ اللهَ إِلَى امْرَأَةٍ لا تَشْكُرُ زَوْجَهَا وَهِيَ لا تَسْتَغْنِيَ
عَنْهُ
“Allah tidak akan melihat kepada
istri yang tidak tahu bersyukur kepada suaminya dan ia tidak merasa cukup
darinya.”
7.
Menyimpan rahasia suami dan
menutupi kekurangannya (aibnya).
Istri adalah tempat
rahasia suami dan orang yang paling dekat dengannya serta paling tahu
kekhususannya (yang paling pribadi dari diri suami). Bila menyebarkan rahasia
merupakan sifat yang tercela untuk dilakukan oleh siapa pun maka dari sisi
istri lebih besar dan lebih jelek lagi.
Sesungguhnya majelis
sebagian wanita tidak luput dari membuka dan menyebarkan aib-aib suami atau
sebagian rahasianya. Ini merupakan bahaya besar dan dosa yang besar. Karena
itulah ketika salah seorang istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebarkan
satu rahasia beliau, datang hukuman keras, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersumpah untuk tidak mendekati isti tersebut selama satu bulan penuh.
Allah Azza wa Jalla
menurunkan ayat-Nya berkenaan dengan peristiwa tersebut. Allåh berfirman:
وَإِذْ
أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ
وَأَظْهَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ
“Dan
ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari
isteri-isterinya suatu peristiwa. Maka tatkala si istri menceritakan peristiwa
itu (kepada yang lain), dan Allah memberitahukan hal itu kepada Muhammad lalu
Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepada beliau) dan
menyembunyikan sebagian yang lain.”(At
Tahriim: 3)
Suatu ketika Nabi Ibrahim
‘Alaihis Salam mengunjungi putranya Ismail, namun beliau tidak mejumpainya.
Maka beliau tanyakan kepada istri putranya, wanita itu menjawab:
“Dia keluar mencari nafkah untuk kami.”
Kemudian Ibrahim bertanya
lagi tentang kehidupan dan keadaan mereka. Wanita itu menjawab dengan mengeluh
kepada Ibrahim:
“Kami adalah manusia, kami dalam kesempitan dan kesulitan.”
Ibrahim ‘Alaihis Salam
berkata:
“Jika datang suamimu, sampaikanlah salamku padanya dan katakanlah
kepadanya agar ia mengganti ambang pintunya.”
Maka ketika Ismail datang,
istrinya menceitakan apa yang terjadi. Mendengar hal itu, Ismail berkata:
“Itu ayahku, dan ia memerintahkan aku untuk menceraikanmu.
Kembalilah kepada keluargamu.”
Maka Ismail menceraikan
istrinya.
(Riwayat Bukhari)
Ibrahim ‘Alaihis Salam
memandang bahwa wanita yang membuka rahasia suaminya dan mengeluhkan suaminya
dengan kesialan, tidak pantas untuk menjadi istri Nabi maka beliau
memerintahkan putranya untuk menceraikan istrinya.
Oleh karena itu, wahai
saudariku muslimah, simpanlah rahasia-rahasia suamimu, tutuplah aibnya dan
jangan engkau tampakkan kecuali karena maslahat yang syar’i seperti mengadukan
perbuatan dhalim kepada Hakim atau Mufti (ahli fatwa) atau orang yang engkau
harapkan nasehatnya.
Sebagimana yang dilakukan
Hindun radliallahu ‘anha di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hindun berkata:
“Abu Sufyan adalah pria yang kikir, ia tidak memberiku apa yang
mencukupiku dan anak-anakku. Apakah boleh aku mengambil dari hartanya tanpa
izinnya?!”
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
“Ambillah
yang mencukupimu dan anakmu dengan cara yang ma`ruf.”
Cukup bagimu wahai saudariku
muslimah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِنَّ مِنْ شَرِ النَّاسِ
عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ
وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ أَحَدُهُمَا سِرُّ صَاحِبَهُ
“Sesungguhnya termasuk sejelek-jelek
kedudukan manusia pada hari kiamat di sisi Allah adalah pria yang bersetubuh
dengan istrinya dan istri yang bersetubuh dengan suaminya, kemudian salah
seorang dari keduanya menyebarkan rahasia pasangannya.”1
8.
Kecerdasan dan kecerdikan serta
berhati-hati dari kesalahan-kesalahan.
1. Termasuk
kesalahan adalah:
Seorang istri menceritakan dan menggambarkan kecantikan sebagian wanita yang
dikenalnya kepada suaminya, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
telah melarang yang demikian itu dengan sabdanya:
لا
تُبَاشِرُ مَرْأَةُ الْمَرْأَةَ فَتَنْعَتَهَا لِزَوْجِهَا كَأَنَّهُ يَنْظُرُ
إِلَيْهَا
“Janganlah seorang wanita bergaul
dengan wanita lain lalu ia mensifatkan wanita itu kepada suaminya sehingga
seakan-akan suaminya melihatnya.”1
Tahukah engkau mengapa hal
itu dilarang?!
2. Termasuk
kesalahan adalah
apa yang dilakukan sebagian besar istri ketika suaminya baru kembali dari
bekerja. Belum lagi si suami duduk dengan enak, ia sudah mengingatkannya
tentang kebutuhan rumah, tagihan, tunggakan-tunggakan dan uang jajan anak-anak.
Dan biasanya suami tidak menolak pembicaraan seperti ini, akan tetapi
seharusnyalah seorang istri memilih waktu yang tepat untuk menyampaikannya.
3. Termasuk
kesalahan adalah
memakai pakaian yang paling bagus dan berhias dengan hiasan yang paling bagus
ketika keluar rumah. Adapun di hadapan suami, tidak ada kecantikan dan tidak
ada perhiasan. Dan masih banyak lagi
kesalahan lain yang menjadi batu sandungan(penghalang) bagi suami untuk
menikmati kesenangan dengan istrinya. Istri yang cerdas adalah yang menjauhi semua
kesalahan itu.
nah sebaiknya sebagai seorang wanita muslim kita harus
senantiasa belajar, mencari ilmu yang berguna bagi rumah tangga kita. Agar
Allah SWT dapat menjadikan keluarga kita senantiasa harmonis. aamiin,
Suka sekali postingannya :))
ReplyDeleteterimakasih listia sudah visit sama - sama ya
ReplyDelete